Letak kantor kami sangat strategis di tengah perkotaan, dekat dengan Kantor TIKI, MEMAKAI SERVER, dan sms gateway, sehingga kami bisa cepat mengecek produk-produk yang akan anda pesan, karena semua sms akan langsung kami respon dengan cepat, cara kerja kami, akurat, cepat dan tepat, anda memesan barang ready, kemudian anda melakukan transfer, setelah kami verifikasi data anda, maka barang yang anda pesan segera dikirim hari itu juga. Barang sampai sekitar 3 sampai dengan 5 hari, masih diwilayah Indonesia.
Untuk lebih jelasnya silahkan kunjungi situs : www.onlinestorehpa.com
Anda butuh informasi : KONTAK PERSON : 085722854531/022-87241070.
OFFICE
:
Perluasan Taman Golf
Arcamanik Endah
Jl.Arcamanik
Endah Kav.9A Bandung Jawa Barat 40293
(Seberang Ruko IV)
Fax : 022 87241069
CALL SUPPORT ( NO SMS CALL ONLY) :
022 87241070 (Fixed Line Telkom)
022-9275-4393 (Esia)
0857-9465-0195 (Indosat)
Andrographidis Herba
ALAMAT OFFICE :
Rabu, 27 Juni 2012
Minggu, 17 Juni 2012
Andrographis Centella
Andrographis Centella
andrographis Centella ini adalah obat antibiotik yang di buat oleh bahan-bahan alami, yang sangat teruji klinis, dan sangat hegienis pembuatannya, dan tidak di campur oleh bahan-bahan kimia lainnya, sangat bagus untuk menjaga imunitas/kekebalan terhada penyakit, dan sebaiknya di gunakan berdasarkan petunjuk atau aturan pemakaiannya, dan sebaiknya anda konsultasikan terlebih dahlu oleh Dokter atau Herbalis yang sudah berpengalaman, jika pemakaian secara berlebihan maka hasilnyapun tidak akan baik.
Andrographis Centella mengandung EKSTRAK sambiloto (andrographis
paniculata), ekstrak Ilalang (imperata cylindrica) dan ekstrak pegagan
(centella asiatica). Andrographis Centella berperan sebagai pelindung
lever (hepato-protector) terbaik. Ia pun bermanfaat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh, menurunkan panas (karena bersifat diuretic), analgesik
alami (penghilang rasa nyeri) dan antibiotik alami.
Selama mengkonsumsi herbal ini sangat disarankan memperbanyak minum air
putih.
Dosis 3x2 kapsul sehari.
ANTIBIOTIK YANG BERLEBIHAN
Antibiotik yang di berikan secara berlebihan bisa menimbulakan efek samping antara lain :
1. Gigi menjadi kuning
2. Lama berfikir
3. Anak menjadi hiperaktif
4. Sering murung
5. Sering marah-marah
6. Mudah lemas
7. Mata tidak cerah.
8. Urat nadi kelihatan hijau kebiru-biruan.
9. Rambut Rontok.
info jelasnya silahkan kunjungi : www.onlinestorehpa.com
1. Gigi menjadi kuning
2. Lama berfikir
3. Anak menjadi hiperaktif
4. Sering murung
5. Sering marah-marah
6. Mudah lemas
7. Mata tidak cerah.
8. Urat nadi kelihatan hijau kebiru-biruan.
9. Rambut Rontok.
info jelasnya silahkan kunjungi : www.onlinestorehpa.com
Penyakit-Penyakit Yang Selalu Harus Di Beri Antibiotik
Kita sering menjumpai dari berbagai macam penyakit yang mungkin kita pernah merasakannya langsung ketika kita sakit, kemudian kita berobat pasti kita selalu di berikan obat antibiotik, dan kitapun tidak begitu memahami antibiotik itu sendiri, terkadang karena awamnya kita dalam ilmu kedokteran kitapun terkadang langsung memberi obat di warungan, tanpa resep Dokter bahkan kita cari-cari obat menurut sumber yang belum kita ketahui dengan jelas.
Contoh Penyakit yang harus di beri obat antibiotik
1. Sakit Panas
2. Sakit Gigi
3. Sakit Diare
4. Sakit Kejang-kejang
5. Sakit Diabetes
6. Sakit Sendi
7. Sakit Tulang
8. Sakit Disentri
9. Sakit ketika akan melahirkan
10 Sakit Kepala.
11. DLL
Masih banyak lagi yang akan di berikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, yang memanfaatkan kondisi, karena sayapun mengalami hal semacam itu, ketika anak saya sakit panas, kemudian saya bawa ke dokter, Dokterpun memberikan obat anti biotik yang harus di habiskan, karena jika tidak dihabiskan akan di tambahkan dosisnya menurut Dokter Spesilis Anak, akhirnya kami menurut saja, namun beberapa hari kemudian anak kami sudah sembuh dari sakit panasnya, dan obat antibiotiknya belum habis apa yang kita lakukan, pasti kita berfikiran untuk segera membuangnya, karena buat apa jika anak sudah sembuh kemudian kita berikan obat terus, dan kitapun tidak mengetahui takaran atau dosis yang di berikan oleh Dokter.
Kita hanya bisa pasrah bukan, tapi setelah itu saya hentikan pemberian obat, dan pemberian obat harus sesuai aturan dan resep Dokter atau para Herbalis, tidak sembarangan membelinya, karena sangat membahayakan tubuh kita.
Mulailah dari sekarang kita jaga tubuh dan badan yang telah diciptakan oleh Allah SWT, dengan secara alami dan tradisional, agar tubuh kita tidak banyak racun yang terkandungnya, Jika demam sebaiknya kita berikan saja madu, atau bisa di kompres, jangan panik, atau obat-obat tradisional yang sudah jelas, tidak salah memberikan, disini kami akan berbagi pengalaman karena semua pasti akan berobat secara alami (Back To Nature), itulah tepatnya istilah sekarang. Anda bisa berkonsultasi oleh pakar-pakar herbalis untuk pemakaian obat andrographis centella, obat ini sejenis anti biotik, namun terbuat dari tumbuh-tumbuhan, tidak menggunakan bahan kimia.
Info jelasnya silahkan kunjungi http://www.onlinestorehpa.com/detil-produk-hpa.php?user=andrographis-centellawww.onlinestorehpa.com
Contoh Penyakit yang harus di beri obat antibiotik
1. Sakit Panas
2. Sakit Gigi
3. Sakit Diare
4. Sakit Kejang-kejang
5. Sakit Diabetes
6. Sakit Sendi
7. Sakit Tulang
8. Sakit Disentri
9. Sakit ketika akan melahirkan
10 Sakit Kepala.
11. DLL
Masih banyak lagi yang akan di berikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, yang memanfaatkan kondisi, karena sayapun mengalami hal semacam itu, ketika anak saya sakit panas, kemudian saya bawa ke dokter, Dokterpun memberikan obat anti biotik yang harus di habiskan, karena jika tidak dihabiskan akan di tambahkan dosisnya menurut Dokter Spesilis Anak, akhirnya kami menurut saja, namun beberapa hari kemudian anak kami sudah sembuh dari sakit panasnya, dan obat antibiotiknya belum habis apa yang kita lakukan, pasti kita berfikiran untuk segera membuangnya, karena buat apa jika anak sudah sembuh kemudian kita berikan obat terus, dan kitapun tidak mengetahui takaran atau dosis yang di berikan oleh Dokter.
Kita hanya bisa pasrah bukan, tapi setelah itu saya hentikan pemberian obat, dan pemberian obat harus sesuai aturan dan resep Dokter atau para Herbalis, tidak sembarangan membelinya, karena sangat membahayakan tubuh kita.
Mulailah dari sekarang kita jaga tubuh dan badan yang telah diciptakan oleh Allah SWT, dengan secara alami dan tradisional, agar tubuh kita tidak banyak racun yang terkandungnya, Jika demam sebaiknya kita berikan saja madu, atau bisa di kompres, jangan panik, atau obat-obat tradisional yang sudah jelas, tidak salah memberikan, disini kami akan berbagi pengalaman karena semua pasti akan berobat secara alami (Back To Nature), itulah tepatnya istilah sekarang. Anda bisa berkonsultasi oleh pakar-pakar herbalis untuk pemakaian obat andrographis centella, obat ini sejenis anti biotik, namun terbuat dari tumbuh-tumbuhan, tidak menggunakan bahan kimia.
Info jelasnya silahkan kunjungi http://www.onlinestorehpa.com/detil-produk-hpa.php?user=andrographis-centellawww.onlinestorehpa.com
Demam Tak Selalu Butuh Antibiotik
JAKARTA, KOMPAS.com — Pengetahuan masyarakat tentang
infeksi masih sangat terbatas. Sebagian masyarakat masih beranggapan,
apabila tubuh demam itu pasti karena adanya infeksi dan membutuhkan
antibiotik. Padahal sebenarnya tidak selalu demikian karena demam
merupakan salah satu gejala dan merupakan reaksi tubuh biasa.
Menurut farmakolog dari Universitas Indonesia, dr Zunilda S Butami, MS, SpFK, tubuh memiliki kemampuan untuk bereaksi terhadap adanya gangguan. Reaksinya bisa sangat beragam, dan tidak serta-merta menunjukkan adanya suatu infeksi.
Dalam literatur medis disebutkan bahwa selain infeksi, tubuh juga dapat mengalami peradangan atau inflamasi sebagai reaksi terhadap alergen (zat asing), iritasi fisik, ataupun kimia, luka, dan juga infeksi.
Infeksi merupakan istilah yang digunakan ketika masuknya mikroorganisme seperti virus, bakteri, dan jamur ke dalam tubuh. Infeksi tidak sama dengan inflamasi. Saat terjadi infeksi pasti timbul peradangan, tetapi kalau peradangan, belum tentu akibat infeksi.
Salah satu cara untuk memastikannya adalah observasi yang dilakukan oleh dokter. Dokter biasanya akan memberikan obat antiradang untuk inflamasi, sedangkan infeksi diobati dengan antibiotik (untuk bakteri). Pada kasus anak batuk pilek, misalnya, mungkin hanya terjadi peradangan di daerah tenggorokan akibat iritasi, jadi tak setiap radang membutuhkan antibiotik.
Menurut Zunilda, sebagian besar masalah kesehatan yang ada di masyarakat sebenarnya dapat diatasi sendiri. Namun, masyarakat juga perlu untuk dicerdaskan melalui edukasi yang tepat.
"Pengetahuan pasien dan masyarakat pada penyakit yang paling sering seperti diare dan demam, bisa berhenti sendiri tanpa harus pakai antibiotik. Flu sudah jelas virus, nggak perlu antibiotik. Flu tujuh hari juga enggak apa-apa, tidak usah pakai antibiotik," kata Zunilda, saat ditemui dalam seminar dan diskusi panel "Resistensi Mikroba: Mengapa dan Apa yang Harus Kita Lakukan?" di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) belum lama ini.
Penggunaan antibiotik secara tidak rasional di masyarakat, lanjutnya, hanya akan menimbulkan resistensi kuman. Apabila hal ini tidak ditangani secara cepat dan tepat, dapat berakibat buruk dan menimbulkan beban yang lebih besar.
Zunilda menambahkan, banyak dokter yang tidak yakin terhadap hasil diagnosisnya sendiri. Seperti dalam kasus demam berdarah yang pasien biasanya akan mengalami kekurangan cairan dan yang dibutuhkan adalah infus, bukan antibiotik.
"Apakah diperlukan antibiotik? Ada infeksi kuman di mana? Saya menduga dia (dokter) tidak yakin dengan diagnosisnya. Dia tidak banyak membaca. Kalau banyak membaca, dia tahu bahwa sebagian besar anak dan dewasa demam 2-3 hari itu infeksi virus," tutupnya.
Sumber : http://health.kompas.com/read/2011/06/13/11122651/Demam.Tak.Selalu.Butuh.Antibiotik
Menurut farmakolog dari Universitas Indonesia, dr Zunilda S Butami, MS, SpFK, tubuh memiliki kemampuan untuk bereaksi terhadap adanya gangguan. Reaksinya bisa sangat beragam, dan tidak serta-merta menunjukkan adanya suatu infeksi.
Dalam literatur medis disebutkan bahwa selain infeksi, tubuh juga dapat mengalami peradangan atau inflamasi sebagai reaksi terhadap alergen (zat asing), iritasi fisik, ataupun kimia, luka, dan juga infeksi.
Infeksi merupakan istilah yang digunakan ketika masuknya mikroorganisme seperti virus, bakteri, dan jamur ke dalam tubuh. Infeksi tidak sama dengan inflamasi. Saat terjadi infeksi pasti timbul peradangan, tetapi kalau peradangan, belum tentu akibat infeksi.
Salah satu cara untuk memastikannya adalah observasi yang dilakukan oleh dokter. Dokter biasanya akan memberikan obat antiradang untuk inflamasi, sedangkan infeksi diobati dengan antibiotik (untuk bakteri). Pada kasus anak batuk pilek, misalnya, mungkin hanya terjadi peradangan di daerah tenggorokan akibat iritasi, jadi tak setiap radang membutuhkan antibiotik.
Menurut Zunilda, sebagian besar masalah kesehatan yang ada di masyarakat sebenarnya dapat diatasi sendiri. Namun, masyarakat juga perlu untuk dicerdaskan melalui edukasi yang tepat.
"Pengetahuan pasien dan masyarakat pada penyakit yang paling sering seperti diare dan demam, bisa berhenti sendiri tanpa harus pakai antibiotik. Flu sudah jelas virus, nggak perlu antibiotik. Flu tujuh hari juga enggak apa-apa, tidak usah pakai antibiotik," kata Zunilda, saat ditemui dalam seminar dan diskusi panel "Resistensi Mikroba: Mengapa dan Apa yang Harus Kita Lakukan?" di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) belum lama ini.
Penggunaan antibiotik secara tidak rasional di masyarakat, lanjutnya, hanya akan menimbulkan resistensi kuman. Apabila hal ini tidak ditangani secara cepat dan tepat, dapat berakibat buruk dan menimbulkan beban yang lebih besar.
Zunilda menambahkan, banyak dokter yang tidak yakin terhadap hasil diagnosisnya sendiri. Seperti dalam kasus demam berdarah yang pasien biasanya akan mengalami kekurangan cairan dan yang dibutuhkan adalah infus, bukan antibiotik.
"Apakah diperlukan antibiotik? Ada infeksi kuman di mana? Saya menduga dia (dokter) tidak yakin dengan diagnosisnya. Dia tidak banyak membaca. Kalau banyak membaca, dia tahu bahwa sebagian besar anak dan dewasa demam 2-3 hari itu infeksi virus," tutupnya.
Sumber : http://health.kompas.com/read/2011/06/13/11122651/Demam.Tak.Selalu.Butuh.Antibiotik
Antibiotik dan Kekebalan Tubuh Anak
Kompas.com - Ulasan mengenai pentingnya penggunaan
antibiotik secara rasional untuk anak sudah sering dibahas. Tetapi efek
samping yang baru diketahui hanyalah sebatas efek resistensi kuman.
Padahal, penggunaan antibiotik secara berlebihan dapat memicu timbulnya
penyakit kronik.
"Penggunaan antibiotik yang tidak rasional diduga menjadi pemicu banyaknya kasus penyakit obesitas, diabetes tipe 1, alergi dan asma, yang kini jumlahnya naik dua kali lipat," kata Martin Blaser, profesor mikrobiologi dari New York University Langone Medical Center, AS.
Manusia juga sering disebut meta-organisme, karena banyaknya jumlah dan volume mikroba yang hidup dalam tubuh kita. Mereka hidup di usus, kulit, bahkan pusar.
Penelitian menunjukkan mikroba tersebut banyak yang memberi manfaat kesehatan, misalnya membantu tubuh mendapatkan vitamin K, energi, dan mencegah timbulnya penyakit autoimun.
Sementara itu antibiotik yang berasal dari kata anti dan bios (hidup, kehidupan), berarti suatu zat yang bisa membunuh dan melemahkan suatu makhluk hidup, yakni mikro-organisme seperti bakteri, parasit, atau jamur. Namun ia tidak membunuh virus.
Antibiotik memang obat ajaib dan ia telah berjasa meningkatkan usia harapan hidup manusia. Sayangnya dokter kerap dengan mudahnya meresepkan antibiotik, termasuk untuk penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus.
Blasser yang puluhan tahun meneliti bakteri menemukan, penggunaan antibiotik yang tidak rasional memberi dampak lebih besar tapi kurang disadari, yakni mengubah komunitas mikroba dalam tubuh.
Dugaan itu diperkuat oleh penelitian tahun 2010 yang menemukan antiotik menyebabkan perubahan populasi mikroba di usus secara drastis dan tidak akan pernah bisa kembali menjadi normal. Riset lain menunjukkan antibiotik menyebabkan timbulnya bakteri super dalam tubuh yang bisa bertahan sampai 3 tahun.
Menurut Blesser, di abad 21 ini, bakteri yang selama ini sudah hidup di usus manusia ribuan tahun lalu kini jumlahnya kurang dari 6 persen. Penelitian itu dilakukan pada anak-anak di negara maju seperti AS, Swedia dan Jerman.
Penelitian menunjukkan penggunaan amoxilin, bisa menghilangkan 20-50 persen bakteri H.pylori. Efeknya, kanker usus kini jarang ditemukan. Tetapi penyakit seperti kanker esofagus dan refluks meningkat drastis.
"Hal itu ada kaitannya dengan berkurangnya bakteri H.pylori yang sebenarnya melindungi esofagus. Terganggunya keseimbangan bakteri ini juga menyebabkan seseorang lebih mudah terkena asma dan alergi," katanya.
Wanita yang lahir di tahun 1940-an populasi bakteri di tubuhnya masih normal karena pada saat itu baru dikenal dua jenis antibiotik. Jika mereka punya anak perempuan, kemungkinan jumlah bakteri baiknya sedikit berkurang, namun pada cucu dan cicitnya, jumlahnya semakin berkurang lagi.
"Setiap generasi memiliki jumlah bakteri yang makin sedikit. Saya tidak menyarankan agar bersikap anti pada antibiotik tetapi dokter seharusnya bersikap bijaksana dengan melihat manfaat dan kerugian dari peresepan antibiotik," katanya.
Sumber : http://health.kompas.com/read/2011/08/27/10084276/Antibiotik.dan.Kekebalan.Tubuh.Anak
"Penggunaan antibiotik yang tidak rasional diduga menjadi pemicu banyaknya kasus penyakit obesitas, diabetes tipe 1, alergi dan asma, yang kini jumlahnya naik dua kali lipat," kata Martin Blaser, profesor mikrobiologi dari New York University Langone Medical Center, AS.
Manusia juga sering disebut meta-organisme, karena banyaknya jumlah dan volume mikroba yang hidup dalam tubuh kita. Mereka hidup di usus, kulit, bahkan pusar.
Penelitian menunjukkan mikroba tersebut banyak yang memberi manfaat kesehatan, misalnya membantu tubuh mendapatkan vitamin K, energi, dan mencegah timbulnya penyakit autoimun.
Sementara itu antibiotik yang berasal dari kata anti dan bios (hidup, kehidupan), berarti suatu zat yang bisa membunuh dan melemahkan suatu makhluk hidup, yakni mikro-organisme seperti bakteri, parasit, atau jamur. Namun ia tidak membunuh virus.
Antibiotik memang obat ajaib dan ia telah berjasa meningkatkan usia harapan hidup manusia. Sayangnya dokter kerap dengan mudahnya meresepkan antibiotik, termasuk untuk penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus.
Blasser yang puluhan tahun meneliti bakteri menemukan, penggunaan antibiotik yang tidak rasional memberi dampak lebih besar tapi kurang disadari, yakni mengubah komunitas mikroba dalam tubuh.
Dugaan itu diperkuat oleh penelitian tahun 2010 yang menemukan antiotik menyebabkan perubahan populasi mikroba di usus secara drastis dan tidak akan pernah bisa kembali menjadi normal. Riset lain menunjukkan antibiotik menyebabkan timbulnya bakteri super dalam tubuh yang bisa bertahan sampai 3 tahun.
Menurut Blesser, di abad 21 ini, bakteri yang selama ini sudah hidup di usus manusia ribuan tahun lalu kini jumlahnya kurang dari 6 persen. Penelitian itu dilakukan pada anak-anak di negara maju seperti AS, Swedia dan Jerman.
Penelitian menunjukkan penggunaan amoxilin, bisa menghilangkan 20-50 persen bakteri H.pylori. Efeknya, kanker usus kini jarang ditemukan. Tetapi penyakit seperti kanker esofagus dan refluks meningkat drastis.
"Hal itu ada kaitannya dengan berkurangnya bakteri H.pylori yang sebenarnya melindungi esofagus. Terganggunya keseimbangan bakteri ini juga menyebabkan seseorang lebih mudah terkena asma dan alergi," katanya.
Wanita yang lahir di tahun 1940-an populasi bakteri di tubuhnya masih normal karena pada saat itu baru dikenal dua jenis antibiotik. Jika mereka punya anak perempuan, kemungkinan jumlah bakteri baiknya sedikit berkurang, namun pada cucu dan cicitnya, jumlahnya semakin berkurang lagi.
"Setiap generasi memiliki jumlah bakteri yang makin sedikit. Saya tidak menyarankan agar bersikap anti pada antibiotik tetapi dokter seharusnya bersikap bijaksana dengan melihat manfaat dan kerugian dari peresepan antibiotik," katanya.
Sumber : http://health.kompas.com/read/2011/08/27/10084276/Antibiotik.dan.Kekebalan.Tubuh.Anak
Penyakit Yang Harus Menggunakan Antibiotik
JAKARTA, KOMPAS - Kecerobohan dokter umum ataupun
petugas kesehatan dalam memberikan antibiotik untuk mengobati berbagai
penyakit infeksi membuat banyak penderita pneumonia mengalami kebal
antibiotik.
Bahkan, pada sejumlah kasus di Indonesia, kekebalan sudah mencapai tahap akhir sehingga tak ada lagi obat yang dapat digunakan untuk menyembuhkan.
Guru Besar Paru dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Hadiarto Mangunnegoro di Jakarta, Sabtu (12/11/2011), menegaskan, tidak semua penyakit yang ditimbulkan oleh kuman membutuhkan antibiotik untuk pengobatannya.
Pemberian antibiotik harus memperhitungkan riwayat penyakit yang dialami pasien sebelumnya. Konsumsi antibiotik pasien juga harus diperhatikan, seperti jenis, dosis, dan masa pemberian antibiotik. Antibiotik harus diberikan berdasarkan uji laboratorium yang lengkap.
”Banyak antibiotik diberikan hanya berdasarkan pengalaman sehingga sering kali antibiotik yang diberikan tak cocok dengan jenis kumannya,” kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia M Arifin Nawas.
Pemberian antibiotik secara asal-asalan itu banyak dilakukan dokter umum. Akibatnya, ketika penyakit semakin parah dan ditangani dokter spesialis, kekebalan antibiotik sudah terjadi sehingga menjadi sulit ditangani.
Kondisi itu diperparah dengan buruknya pemahaman masyarakat dalam mengonsumsi antibiotik. Mereka sering kali tidak mengonsumsinya hingga tuntas karena merasa kondisi tubuh sudah membaik. Selain itu, buruknya pengawasan penjualan antibiotik juga membuat masyarakat bebas membeli antibiotik.
Martahan Sitorus dari Subdirektorat Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut, Kementerian Kesehatan, mengakui rendahnya kemampuan dokter, khususnya yang bertugas di puskesmas, dalam mematuhi aturan pemberian antibiotik.
Sejumlah tenaga kesehatan sudah mendapat pelatihan penggunaan antibiotik. Namun, karena kendali tenaga kesehatan ada pada pemerintah daerah, banyak tenaga kesehatan yang sudah dilatih dipindahkan posisinya hingga manfaat pelatihan tak optimal.
Penyebab kematian utama Pneumonia adalah salah satu jenis radang paru yang bisa disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur. Karena penyebabnya kuman, pengobatan utama harus menggunakan antibiotik. Gejala penyakit ini mirip dengan influenza biasa, seperti demam, sakit kepala, batuk, nyeri dada, hingga sakit pada otot.
Penyakit ini banyak diderita anak berusia di bawah lima tahun (balita) dan para lansia. Pneumonia juga banyak menjadi penyakit penyerta penderita penyakit jantung, diabetes, dan beberapa jenis kanker.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, pneumonia merupakan penyebab kematian 13,2 persen anak balita dan 12,7 persen anak di Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2010 menempatkan pneumonia sebagai penyebab kematian tertinggi pasien rawat inap di rumah sakit sebesar 7,60 persen, jauh lebih tinggi daripada kematian akibat cedera.
Menurut Hadiarto, meningkatnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia dan perkembangan penyakit non-infeksi yang mulai banyak menyerang kelompok usia produktif membuat jumlah penderita pneumonia terus membengkak. Banyaknya kelompok orang dewasa yang menderita pneumonia membuat beban ekonomi yang harus ditanggung tinggi.
”Jika antibiotik diberikan secara tepat, sesuai dosis, jenis, dan pola kuman di setiap daerah, pneumonia tanpa komplikasi dapat sembuh hanya dalam waktu 5-7 hari,” ujarnya.
Sesudah tiga hari pasca-pemberian antibiotik, dokter harus melihat respons antibiotik yang diberikan. Jika sesuai, pemberian antibiotik tinggal dituntaskan dua hingga lima hari berikutnya.
Sumber :http://health.kompas.com/read/2011/11/14/05535872/Batasi.Penggunaan.Antibiotik
Bahkan, pada sejumlah kasus di Indonesia, kekebalan sudah mencapai tahap akhir sehingga tak ada lagi obat yang dapat digunakan untuk menyembuhkan.
Guru Besar Paru dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Hadiarto Mangunnegoro di Jakarta, Sabtu (12/11/2011), menegaskan, tidak semua penyakit yang ditimbulkan oleh kuman membutuhkan antibiotik untuk pengobatannya.
Pemberian antibiotik harus memperhitungkan riwayat penyakit yang dialami pasien sebelumnya. Konsumsi antibiotik pasien juga harus diperhatikan, seperti jenis, dosis, dan masa pemberian antibiotik. Antibiotik harus diberikan berdasarkan uji laboratorium yang lengkap.
”Banyak antibiotik diberikan hanya berdasarkan pengalaman sehingga sering kali antibiotik yang diberikan tak cocok dengan jenis kumannya,” kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia M Arifin Nawas.
Pemberian antibiotik secara asal-asalan itu banyak dilakukan dokter umum. Akibatnya, ketika penyakit semakin parah dan ditangani dokter spesialis, kekebalan antibiotik sudah terjadi sehingga menjadi sulit ditangani.
Kondisi itu diperparah dengan buruknya pemahaman masyarakat dalam mengonsumsi antibiotik. Mereka sering kali tidak mengonsumsinya hingga tuntas karena merasa kondisi tubuh sudah membaik. Selain itu, buruknya pengawasan penjualan antibiotik juga membuat masyarakat bebas membeli antibiotik.
Martahan Sitorus dari Subdirektorat Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut, Kementerian Kesehatan, mengakui rendahnya kemampuan dokter, khususnya yang bertugas di puskesmas, dalam mematuhi aturan pemberian antibiotik.
Sejumlah tenaga kesehatan sudah mendapat pelatihan penggunaan antibiotik. Namun, karena kendali tenaga kesehatan ada pada pemerintah daerah, banyak tenaga kesehatan yang sudah dilatih dipindahkan posisinya hingga manfaat pelatihan tak optimal.
Penyebab kematian utama Pneumonia adalah salah satu jenis radang paru yang bisa disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur. Karena penyebabnya kuman, pengobatan utama harus menggunakan antibiotik. Gejala penyakit ini mirip dengan influenza biasa, seperti demam, sakit kepala, batuk, nyeri dada, hingga sakit pada otot.
Penyakit ini banyak diderita anak berusia di bawah lima tahun (balita) dan para lansia. Pneumonia juga banyak menjadi penyakit penyerta penderita penyakit jantung, diabetes, dan beberapa jenis kanker.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, pneumonia merupakan penyebab kematian 13,2 persen anak balita dan 12,7 persen anak di Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2010 menempatkan pneumonia sebagai penyebab kematian tertinggi pasien rawat inap di rumah sakit sebesar 7,60 persen, jauh lebih tinggi daripada kematian akibat cedera.
Menurut Hadiarto, meningkatnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia dan perkembangan penyakit non-infeksi yang mulai banyak menyerang kelompok usia produktif membuat jumlah penderita pneumonia terus membengkak. Banyaknya kelompok orang dewasa yang menderita pneumonia membuat beban ekonomi yang harus ditanggung tinggi.
”Jika antibiotik diberikan secara tepat, sesuai dosis, jenis, dan pola kuman di setiap daerah, pneumonia tanpa komplikasi dapat sembuh hanya dalam waktu 5-7 hari,” ujarnya.
Sesudah tiga hari pasca-pemberian antibiotik, dokter harus melihat respons antibiotik yang diberikan. Jika sesuai, pemberian antibiotik tinggal dituntaskan dua hingga lima hari berikutnya.
Sumber :http://health.kompas.com/read/2011/11/14/05535872/Batasi.Penggunaan.Antibiotik
Langganan:
Postingan (Atom)