JAKARTA, KOMPAS - Kecerobohan dokter umum ataupun
petugas kesehatan dalam memberikan antibiotik untuk mengobati berbagai
penyakit infeksi membuat banyak penderita pneumonia mengalami kebal
antibiotik.
Bahkan, pada sejumlah kasus di Indonesia, kekebalan
sudah mencapai tahap akhir sehingga tak ada lagi obat yang dapat
digunakan untuk menyembuhkan.
Guru Besar Paru dan Kedokteran
Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Hadiarto
Mangunnegoro di Jakarta, Sabtu (12/11/2011), menegaskan, tidak semua
penyakit yang ditimbulkan oleh kuman membutuhkan antibiotik untuk
pengobatannya.
Pemberian antibiotik harus memperhitungkan riwayat
penyakit yang dialami pasien sebelumnya. Konsumsi antibiotik pasien
juga harus diperhatikan, seperti jenis, dosis, dan masa pemberian
antibiotik. Antibiotik harus diberikan berdasarkan uji laboratorium yang
lengkap.
”Banyak antibiotik diberikan hanya berdasarkan
pengalaman sehingga sering kali antibiotik yang diberikan tak cocok
dengan jenis kumannya,” kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia M Arifin Nawas.
Pemberian antibiotik secara asal-asalan
itu banyak dilakukan dokter umum. Akibatnya, ketika penyakit semakin
parah dan ditangani dokter spesialis, kekebalan antibiotik sudah terjadi
sehingga menjadi sulit ditangani.
Kondisi itu diperparah dengan
buruknya pemahaman masyarakat dalam mengonsumsi antibiotik. Mereka
sering kali tidak mengonsumsinya hingga tuntas karena merasa kondisi
tubuh sudah membaik. Selain itu, buruknya pengawasan penjualan
antibiotik juga membuat masyarakat bebas membeli antibiotik.
Martahan Sitorus dari Subdirektorat Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut, Kementerian Kesehatan, mengakui rendahnya kemampuan
dokter, khususnya yang bertugas di puskesmas, dalam mematuhi aturan
pemberian antibiotik.
Sejumlah tenaga kesehatan sudah mendapat
pelatihan penggunaan antibiotik. Namun, karena kendali tenaga kesehatan
ada pada pemerintah daerah, banyak tenaga kesehatan yang sudah dilatih
dipindahkan posisinya hingga manfaat pelatihan tak optimal.
Penyebab kematian utama
Pneumonia adalah salah satu jenis radang paru yang bisa disebabkan oleh
virus, bakteri, atau jamur. Karena penyebabnya kuman, pengobatan utama
harus menggunakan antibiotik. Gejala penyakit ini mirip dengan influenza
biasa, seperti demam, sakit kepala, batuk, nyeri dada, hingga sakit
pada otot.
Penyakit ini banyak diderita anak berusia di bawah
lima tahun (balita) dan para lansia. Pneumonia juga banyak menjadi
penyakit penyerta penderita penyakit jantung, diabetes, dan beberapa
jenis kanker.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama
mengatakan, pneumonia merupakan penyebab kematian 13,2 persen anak
balita dan 12,7 persen anak di Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2010 menempatkan pneumonia sebagai penyebab kematian tertinggi pasien
rawat inap di rumah sakit sebesar 7,60 persen, jauh lebih tinggi
daripada kematian akibat cedera.
Menurut Hadiarto, meningkatnya
angka harapan hidup masyarakat Indonesia dan perkembangan penyakit
non-infeksi yang mulai banyak menyerang kelompok usia produktif membuat
jumlah penderita pneumonia terus membengkak. Banyaknya kelompok orang
dewasa yang menderita pneumonia membuat beban ekonomi yang harus
ditanggung tinggi.
”Jika antibiotik diberikan secara tepat,
sesuai dosis, jenis, dan pola kuman di setiap daerah, pneumonia tanpa
komplikasi dapat sembuh hanya dalam waktu 5-7 hari,” ujarnya.
Sesudah tiga hari pasca-pemberian antibiotik, dokter harus melihat
respons antibiotik yang diberikan. Jika sesuai, pemberian antibiotik
tinggal dituntaskan dua hingga lima hari berikutnya.
Sumber :http://health.kompas.com/read/2011/11/14/05535872/Batasi.Penggunaan.Antibiotik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar